Cerita Mukidi: Sandera DiDalam Perut
Markonah Mukidi pulang kerja agak cepat,
Mukidi: (Heran) “Ma, tumben pulang lebih cepat. Semua oke?”
Markonah: (Sambil terisak) “Mama di PHK! Mana gaji belum dibayar lagi! Mama sedih, Pa!”
Mukidi: “Apa? Kok bisa? Tau gitu harusnya Mama ambil aja inventaris kantor untuk gantinya!”
Markonah: “Mana bisa, kan ada CCTV kalo ketauan malah jadi urusan.”
Mukidi: “Hmm, kalo gitu kita tuntut saja pake pengacara, bagaimna?”
Markonah: “Mending kalo MENANG, kalo KALAH?”
Mukidi: “Iya juga, ya.”
Markonah: “Tapi tenang saja Pa Mama sudah sandera anaknya sebagai jaminan biar si Boss mau bayar!”
Mukidi: “Wuidih cerdas, berani juga Mama. Jadi, sekarang dimana anaknya?”
Markonah: “Ini dalam perut Mama!”
Mukidi: “Hah…”
Markonah Mukidi pulang kerja agak cepat,
Mukidi: (Heran) “Ma, tumben pulang lebih cepat. Semua oke?”
Markonah: (Sambil terisak) “Mama di PHK! Mana gaji belum dibayar lagi! Mama sedih, Pa!”
Mukidi: “Apa? Kok bisa? Tau gitu harusnya Mama ambil aja inventaris kantor untuk gantinya!”
Markonah: “Mana bisa, kan ada CCTV kalo ketauan malah jadi urusan.”
Mukidi: “Hmm, kalo gitu kita tuntut saja pake pengacara, bagaimna?”
Markonah: “Mending kalo MENANG, kalo KALAH?”
Mukidi: “Iya juga, ya.”
Markonah: “Tapi tenang saja Pa Mama sudah sandera anaknya sebagai jaminan biar si Boss mau bayar!”
Mukidi: “Wuidih cerdas, berani juga Mama. Jadi, sekarang dimana anaknya?”
Markonah: “Ini dalam perut Mama!”
Mukidi: “Hah…”