Cerita Mukidi: Teman Saya Mana

Cerita Mukidi: Teman Saya Mana

Seorang pria sok akrab tiba-tiba mendekati Mukidi sambil mengulurkan tangan,

Sukilah: “Loh, kamu kan aduh sudah berapa tahun gak ketemu ya?”

Mukidi: “Mukidi.” (Menerima uluran tangan pria misterius tadi sambil berpikir keras).

Sukilah: “Ya ya Mukidi aduh masa lupa sih? Sukilah, Sukilah teman SMP, masih ingat Tasripin, Kamid, Wartam.”

Mukidi Masih bingung. Tapi asal mengangguk gak apalah pikirnya, sambil mengingat-ingat nama-nama aneh itu.

Sukilah: “Wah, sudah hampir Maghrib nih, kita buka bersama yuk?”

Mukidi: “Aku eh sebetulnya mau buru-buru pulang.” (Pura-pura menolak).

Sukilah: “Ayolah sekalian bernostalgia.”

Mukidi yang lagi bokek ikut aja ke warung Padang, lagi pula sejak kasus daging sapi impor dia sudah tidak pernah makan dendeng balado.

Setelah adzan berkumandang, mereka menikmati takjil gratis lalu apa saja yang didekatnya diembat, Mukidi tidak lupa pesan jus duren. Dia sudah lupa menanyakan jati diri temannya tadi.

Mukidi: “Ayo di sikat saja.”

Sukilah juga tak kalah beringas mengambil lauk di hadapannya.

(Beberapa saat kemudian).

Sukilah: “Eh ngomong-ngomong aku ke mushola dulu ya, nanti gantian. Kamu terusin makan aja, habiskan jusmu.”

Mukidi: (Mengangguk).

Sukilah yang rupanya ahli ibadah itu rupanya lama juga di mushola sudah lebih 30 menit. Mukidi sudah khawatir kehabisan waktu Maghrib.

Mukidi: “Uda (Memanggil pelayan) Musholanya di sebelah mana?”

Pelayan: “Wah gak ada mushola pak, adanya masjid 50 meter dari sini.”

Mukidi: “Teman saya tadi mana?”

Pelayan: “Teman yang mana pak?”